IMG_20241122_060609

Foto Ilustrasi

Hukum dan Kuasa (2)

BERSAME.COM - Setelah di bagian pertama kita membahas bagaimana The 48 Laws of Power seolah-olah jadi panduan nggak resmi hukum di Indonesia, sekarang kita geser fokus ke dunia politik. Kalau soal drama, strategi, dan tipu muslihat, negeri kita ini juaranya. Bahkan Robert Greene pun mungkin bisa belajar satu-dua hal dari para pemain politik kita.

Salah satu hukum Greene yang paling relevan untuk dunia politik Indonesia adalah "Law 6: Court Attention at All Costs", alias cari perhatian dengan segala cara. Nah, di sini politikus kita nggak main-main. Entah lewat proyek mercusuar yang hasilnya samar-samar, foto joging bareng rakyat kecil, masuk gorong-gorong, sampai pose main TikTok yang cringe tapi tetap laku keras di media sosial. Tujuannya satu, cari perhatian atau pencitraan.

Kemudian ada "Law 12: Use Selective Honesty to Disarm Your Victim". Kalau Greene menulis ini buat memanipulasi lawan, di Indonesia, ini teknik wajib buat janji kampanye. Politikus kita jago banget ngasih quote semanis madu sebelum pemilu, seperti, "Kami akan menurunkan harga sembako!" Eh, setelah terpilih, mereka malah bilang, "Tenang, naiknya cuma sedikit kok. Kita sama-sama prihatin." "Kami akan menurunkan pajak!" Nyatanya, orang kecil malah dipajakin.

Lalu, ada "Law 26: Keep Your Hands Clean". Nah, ini dia seni politik tingkat tinggi. Ketika proyek mangkrak atau skandal muncul, pemain politik kita dengan lihainya bilang, “Saya nggak tahu, itu tanggung jawab tim teknis.” Pokoknya tangan mereka bersih seperti baru selesai cuci piring pakai sabun tiga kali.

Kalau The 48 Laws of Power adalah manual buat pemain politik, maka politik Indonesia itu lebih seperti soap opera tanpa akhir. Intriknya ada, tapi kisahnya selalu mengejutkan. Contohnya, saat ada politisi yang mendadak pindah partai dan ini sesuai "Law 27: Play on People's Need to Believe", dia bilang, “Ini demi kepentingan rakyat.” Tapi, kita semua tahu, mungkin itu demi "kepentingan proyek" yang lebih segar.

Yang lebih epik lagi adalah "Law 32: Play to People's Fantasies", alias bikin janji setinggi langit. Dalam kampanye, politisi Indonesia ini memang bagaikan pujangga, dengan visi-misi yang bikin rakyat lupa utang negara. Tapi begitu terpilih, wah, langsung beda cerita. Plot armor-nya adalah: “Ini bukan salah saya, tapi sistem.”

Sebenarnya, The 48 Laws of Power ini nggak perlu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Kita sudah hidup dalam praktiknya setiap hari. Drama politik di sini bukan cuma sekadar reality show. Ini tontonan live action yang kadang bikin kita ketawa, kadang bikin nangis.

Tunggu bagian ketiga, di mana kita bakal mengupas trik Greene dan fenomena sosial masyarakat Indonesia. Karena, apa artinya kekuasaan tanpa rakyat yang suka nonton drama?


Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar


Komentar As:

Komentar (0)